ABSTRAK(PERPAJAKAN)
Reformasi pajak menjadi tema yang makin menarik saat ini. Makna reformasipun terus meluas dan berkembang. Williamson (dalam mas’oed, 1994) menyatakan bahwa reformasi perpajakan meliputi perluasan basis perpajakan, perbaikan administrasi pajak, penegasan regulasi untuk mengurangi terjadinya penghindaran dan penggelapan pajak, serta mengatur pengenaan pada aset yang berada di luar negeri. Abimanyu (2003) memberi sebutan reformasi sebagai perpajakan sebagai perubahan mendasar di segala aspek elemen perpajakan yang memiliki 3 (tiga) tujuan utama, yaitu meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara sukarela, meningkatkan kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi, dan meningkatkan produktivitas aparat perpajakan yang tinggi.
Langkah pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari sektor perpajakan dimulai dengan melakukan reformasi perpajakan secara menyeluruh pada tahun 1983, dan sejak saat itulah, Indonesia menganut sistem self assesment. Penerapan self assesment system akan efektif apabila kondisi kepatuhan sukarela (voluntary compliance) pada masyarakat telah terbentuk (Darmayanti, 2004). Kenyataan yang ada di Indonesia menunjukkan tingkat kepatuhan masih rendah, hal ini bisa dilihat dari belum optimalnya penerimaan pajak yang tercermin dari tax gap dan tax ratio.
Data yang akurat mengenai berapa jumlah tax gap Indonesia belum tersedia. Namun dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Gunadi mengutip hasil laporan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tentang audit kinerja Direktorat Jenderal Pajak, bahwa Indonesia mengalami tax gap yang cukup signifikan. (http:\\www.indodigest.com, 15 Maret 2006). Dari sisi lain, tax ratio Indonesia paling rendah di kawasan ASEAN yaitu hanya rata-rata sebesar 12,2 - 13,5 % untuk tahun 2001 – 2006 (Berita Pajak, 1 September 2005). Sementara itu, tax ratio negara-negara ASEAN sebesar: Malaysia (20,17%), Singapura (21,4%), Brunai (18,8%), dan Thailand (17,28%). Angka tax gap yang signifikan dan tax ratio yang masih rendah ini menunjukkan usaha memungut pajak (tax effort) Indonesia rendah (Gunadi, 2004).
Reformasi pajak menjadi tema yang makin menarik saat ini. Makna reformasipun terus meluas dan berkembang. Williamson (dalam mas’oed, 1994) menyatakan bahwa reformasi perpajakan meliputi perluasan basis perpajakan, perbaikan administrasi pajak, penegasan regulasi untuk mengurangi terjadinya penghindaran dan penggelapan pajak, serta mengatur pengenaan pada aset yang berada di luar negeri. Abimanyu (2003) memberi sebutan reformasi sebagai perpajakan sebagai perubahan mendasar di segala aspek elemen perpajakan yang memiliki 3 (tiga) tujuan utama, yaitu meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara sukarela, meningkatkan kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi, dan meningkatkan produktivitas aparat perpajakan yang tinggi.
Langkah pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari sektor perpajakan dimulai dengan melakukan reformasi perpajakan secara menyeluruh pada tahun 1983, dan sejak saat itulah, Indonesia menganut sistem self assesment. Penerapan self assesment system akan efektif apabila kondisi kepatuhan sukarela (voluntary compliance) pada masyarakat telah terbentuk (Darmayanti, 2004). Kenyataan yang ada di Indonesia menunjukkan tingkat kepatuhan masih rendah, hal ini bisa dilihat dari belum optimalnya penerimaan pajak yang tercermin dari tax gap dan tax ratio.
Data yang akurat mengenai berapa jumlah tax gap Indonesia belum tersedia. Namun dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Gunadi mengutip hasil laporan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tentang audit kinerja Direktorat Jenderal Pajak, bahwa Indonesia mengalami tax gap yang cukup signifikan. (http:\\www.indodigest.com, 15 Maret 2006). Dari sisi lain, tax ratio Indonesia paling rendah di kawasan ASEAN yaitu hanya rata-rata sebesar 12,2 - 13,5 % untuk tahun 2001 – 2006 (Berita Pajak, 1 September 2005). Sementara itu, tax ratio negara-negara ASEAN sebesar: Malaysia (20,17%), Singapura (21,4%), Brunai (18,8%), dan Thailand (17,28%). Angka tax gap yang signifikan dan tax ratio yang masih rendah ini menunjukkan usaha memungut pajak (tax effort) Indonesia rendah (Gunadi, 2004).
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda