Tak banyak perusahaan yang mampu menentukan arah pasar. Banyak dari mereka yang hanya bertahan menjadi follower. Lalu, apa yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menjadi market driver?
Pasar mempunyai struktur yang sangat dinamis, setiap saat berubah-ubah, dan tak terprediksi. Para pemain pun dituntut untuk cerdas dalam mengimplementasikan strateginya. Tak jarang, banyak perusahaaan yang pontang-panting menghadapi perubahan pasar. Di lain pihak ada pula perusahaan-perusahaan dengan bekal kekuatan inovasi yang kuat menghadapinya dengan mudah.
Ada dua istilah dalam orientasi pasar yang sangat akrab di dunia marketing, yaitu market-driven dan market-driving. Market-driven lebih cenderung pada orientasi bisnis yang dibentuk berdasar pada reaksi dari para pemain dalam pasar dan bertarung mengikuti kondisi pasar. Sebaliknya, market-driving lebih bersifat mempengaruhi struktur pasar dan dan menentukan arah pasar. Perusahaan yang berhasil mengimplementasikan strategi market-driving mempunyai kesempatan lebih besar untuk menjadi market leader. Perilaku pasar dapat dimodifikasi secara langsung atau tidak langsung dengan mengubah mind-set dari para perilaku pasar yang terdiri dari konsumen, kompetitor dan stakeholder.
Di Indonesia muncul beberapa pemain yang mampu menjadi market driver. Mereka berasal dari berbagai industri yang berbeda. Masing-masing dari mereka mempunyai keunggulan dalam mengimplementasikan strategi marketingnya. Para market driver ini selalu konsisten melakukan edukasi pasar, dan menjalankan inovasi produk dan value yang akan mereka tawarkan. Keunggulan inilah yang mampu membawa mereka menjadi market leader di pasar.
Di kategori perbankan BCA menjadi market driving karena kartu Flazz-nya mengedukasi pasar kartu pra bayar di Indonesia. Sebelumnya Bank Bali dan BNI telah mengeluarkan kartu pra bayar ini tapi gagal. Kini BCA berhasil mengedukasi pasar agar mempergunakan kartu pra bayar ini untuk keperluan pembayaran dalam jumlah kecil. Bahkan kartu Flazz juga mempelopori penggunaan teknologi RFID. Tak lama kemudian Bank Mandiri menjadi follower dari kartu Flazz. Sejak diluncurkan tahun lalu, jumlah penggunanya kini mencapai 1.5 juta orang (Oktober 2009) dan akhir tahun ini diperkirakan bisa mencapai 2 juta.
Tak jauh berbeda dengan BCA, di bidang asuransi ada Prudential yang menjadi market driver karena perusahaan asuransi ini sangat agresif memperkenalkan Unit link (asuransi yang digabung dengan investasi). Unit link yang dinamai Prulink ini berhasil mengedukasi pasar dengan baik dan membuat top of mind di benak konsumen apabila mereka ingat produk asuransi link. Tidak hanya itu, Prulink juga senantiasa berinovasi dengan meluncurkan prulink syariah. Bahkan asuransi syariah Prudential kini termasuk motor pertumbuhan Prudential.
Pangsa pasar Prudential untuk unit link adalah terbesar dan menguasai 33 persen pasar unit link di Indonesia, sekalipun baru menyumbang 20 persen dari total penjualan asuransi di Prudential. Pasar asuransi link sendiri memang masih tergolong tidak besar dibandingkan konvensional karena membutuhkan banyak edukasi ke pasar soal investasi. Namun Kini Prudential adalah asuransi nomor satu menurut majalah investor dalam hal kinerja. Tahun 2008 premi yang berhasil dikumpulkan 7 triliun, naik 2 triliun dari tahun sebelumnya. Sedangkan 25 persen pendapatannya berasal dari Syariah.
Sedikit terbang jauh dari kedua industri di atas, kita mengenal Lion Air sebagai sebagai salah satu maskapai yang sukses di Indonesia. Lion air menjadi market driver di penerbangan low cost di Indonesia. Revenuenya mencapai 8.1 billion dollar tahun 2008.
Menurut Rusdi Kirana, founder Lion Air, dalam berkompetisi Lion Air harus bisa one step ahead dari kompetitor. Untuk itu Ia harus tahu kekurangan dan kelebihan diri dan juga kompetitor. Sebagai contoh, ketika maskapai lain memakai Boeing 737 Seri 200 yang berkapasitas 121 penumpang. Lion Air sudah menggunakan pesawat dengan kapasitas 167 penumpang. Tak jauh beda halnya dengan penggunaan Boeing 737 900 ER oleh Lion Air ketika maskapai lain menggunakan Boeing 737 seri 800.
Salah satu keunggulan dari Lion Air adalah kejelian melihat peluang pasar. Selain memiliki frekuensi penerbangan yang banyak, Lion juga sangat cermat menemukan celah penerbangan baru, yang mungkin belum dilirik oleh para kompetitornya. Termasuk dengan dengan penerbangan ke kota perdagangan. Contohnya untuk rute Jakarta-Medan ada 12 kali penerbangan dalam sehari.
Dalam mengembangkan Lion Air, Rusdi tidak bisa berhenti pada level kenyamanan. contohnya, Lion sudah memesan pesawat 178 unit, dan tahun ini sudah ada 32 unit yang masuk. Kemudian mereka juga memesan lagi pesawat baling-baling 15 buah yang berfungsi sebagai feeder untuk pesawat jet. Ini digunakan untuk melayani rute-rute kecil. Tentu saja langkah Lion Air tidak berhenti begitu saja. Saat ini Lion juga menambah frekuensi penerbangan ke luar negeri dengan pesawat berbadan lebar. “Saya akan terbangkan ke Jepang, Taiwan, Australia, Shanghai, dan sebagainya,” Tutur Rusdi.
Dari industri penerbangan, kita menuju industri makanan dan minuman. Garudafood boleh jadi termasuk nekat untuk membuka terus pasa yang baru. Sebagai contoh, ketika banyak produsen menjual minuman pelepas dahaga, Garudafood membuat minuman penunda rasa lapar. Oky Jelly menjadi minuman dahaga sekaligus penunda lapar.
Menurut Budiman, Head of Marketing Food and Beverages Division PT. Garudafood Putra-Putri Jaya, Garudafood harus cermat dan jeli membaca arah pasar. Budiman mengatakan bahwa untuk membentuk pasar baru tidak bisa dilakukan secara instan, harus melakukan riset secara mendalam terlebih dahulu. Termasuk pada saat membentuk pasar baru, perlu ada edukasi pasar yang dilakukan secara cermat. ”Edukasi pasar dilakukan melalui iklan sampai konsumen mengerti dan aware tentang produk yang ada. Untuk itulah kita perlu modal market insight,” tutur Budiman.
Tak jauh berbeda dengan Garudafood yang menjadi market-driver di industri makanan dan minuman, Depo Bangunan menjadi market driver di industri ritel bahan bangunan. Dahulu orang membeli bahan bangunan di toko bangunan yang berdebu dan kotor. Namun di Depo Bangunan, konsumen bisa mendapatkan kenyamanan dan pelayanan yang berbeda.
Positioning Depo Bangunan adalah jaringan supermarket bahan bangunan yang menyediakan tempat yang nyaman dalam berbelanja bahan bangunan. Supermarket bangunan ini juga memberikan harga yang murah, dengan konsep menyajikan harga terendah yang ada dipasar. Sebagai market driver supermarket bahan bangunan, Depo Bangunan bekerja sama dengan produsen bahan bangunan untuk selalu melakukan edukasi pasar. Untuk itu Depo Bangunan lebih banyak melakukan aktivitas BTL.
Salah satu strategi utama yang dilakukan oleh Depo Bangunan adalah bertumpu pada pelayanan. ”Pelayanan yang maksimal” kepada konsumen yang berbelanja di Depo Bangunan menjadi tanggung jawab dari semua lini bagian, mulai dari front-liner hingga back-office. Mulai dari pelayanan di gerai hingga gudang. (Majalah MARKETING/Leonardus Meta Noven)
Situasi turbulensi (penuh dengan gejolak) yang digambarkan oleh Peter Drucker pada awal tahun 70-an semakin dirasakan dewasa ini. Perubahan dalam kehidupan manusia menjadi semakin tinggi tingkat intesitas dan percepatannya. Dalam situasi seperti ini, pasar akan terus mengalami perubahan baik dalam struktur maupun komposisinya, yang pada gilirannya akan menuntut perubahan perilaku pemain-pemain didalamnya. Perilaku konsumen menjadi semakin cepat usang dan mati. Oleh karena itu, perubahan menjadi topik inti dalam pembahasan manajerial, termasuk dalam bidang pemasaran. Philip Kotler, Dipak C. Jain, dan Suvit Maesincee , di bagian awal bukunya yang berjudul Marketing Moves , memaparkan sepuluh pergerakan yang menandai perubahan-perubahan dalam kehidupan manusia sebagai dampak dari perubahan teknologi yang terjadi.
Perubahan-perubahan yang terjadi perlu disikapi oleh perusahaan dalam rangka mencapai dan mempertahankan keunggulan bersaingnya. Dinamika yang terjadi di pasar yang berdampak pada perubahan dalam perilaku persaingan yang mengakibatkan semakin sulitnya perusahaan mendapatkan keunggulan. Setiap keunggulan yang diperoleh akan dengan mudah ditiru oleh para pesaingnya apalagi kalau berada dalam era hypercompetition seperti yang digambarkan oleh Richard D Aveni. Hal ini menyulitkan perusahaan untuk mencari celah-celah yang dapat digunakan untuk mendapatkan keunggulan. Dalam hal ini, menarik untuk memperhatikan apa yang dikatakan oleh Hamel dan Prahalad bahwa keunggulan dapat dicapai jika perusahaan mampu memanfaatkan peluang dimana pesaingnya tidak mampu melakukannya.
Konsep pemasaran yang telah dikembangkan oleh Theodore Levitt (1960) lebih dari empat decade yang lalu, menyebutkan bahwa perusahaan haruslah menjadi customer-satisfying organism yang memiliki kemampuan untuk mengerti dan memahami kebutuhan konsumen serta memadukan elemen-elemen bauran pemasarannya untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Hal inilah yang menjadi dasar dari filosofi pemasaran yang mengharuskan perusahaan berfokus pada kebutuhan dan keinginan konsumen. Perusahaan harus mampu untuk mempunyai kedekatan dengan konsumen dan mempunyai kemampuan untuk mendengar suara konsumennya. Bahkan, secara ekstern sering kali perusahaan dituntut untuk “berintim” dengan konsumennya seperti yang ditulis oleh Paul Temporal dan Martin Trott dalam bukunya “Romancing the Customer”.
Di tengah kancah persaingan, perusahaan dituntut untuk terus mendapatkan dan mempertahankan keunggulan bersaing apalagi dalam era hypercompetition dimana setiap keunggulan bersaing akan mengalami erosi. Dalam konsep pemasaran, keunggulan akan tercapai jika perusahaan mampu mengisi kesenjangan yang terdapat dalam perbedaan antara nilai yang diinginkan oleh konsumen dan nilai yang sudah diberikan oleh para pesaingnya. Nilai yang diinginkan oleh konsumen senantiasa lebih tinggi dari apa yang sudah tersedia di pasar. Kemampuan perusahaan untuk mengidentifikasi dan mengisi kesenjangan tersebut dengan produk yang tepat akan menjadi sumber keunggulan yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan. Kesenjangan nilai inilah yang oleh Hamel dan Prahalad digambarkan sebagai peluang yang harus dimanfaatkan oleh perusahaan.
Konsep market-driven dipopulerkan oleh George Day yang menyebutkan bahwa market-driven berkaitan dengan konsep kemampuan perusahaan yang superior untuk memahami, menarik, dan mempertahankan pelanggan-pelanggan yang menguntungkan. Walupun konteks superior sebenarnya sudah menunjukan pembandingan dengan pesaing, namun definisi yang dikemukakan oleh Day belum menunjukkan secara eksplisit pihak-pihak lain di dalam pasar (selain perusahaan dan konsumen), seperti pesaing, pemegang saham, karyawan perusahaan, dan penentu kebijakan. Kemudian, Jaworski, Kohli, dan Sahay berupaya memasukan komponen pemain-pemain dalam pasar dalam definisi market-driven . Mereka menyatakan bahwa market-driven berkaitan dengan upaya pembelajaran, pemahaman, dan pemberian tanggapan terhadap persepsi dan perilaku dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam struktur pasar. Definisi tersebut sebenarnya sejalan dengan tujuan utama perusahaan yang mengarah pada upaya maksimalisasi nilai perusahaan (maximizing the value of the firm), dalam konteks tetap mempertahankan pemikiran mendasar dari filosofi pemasaran yang mengarah pada orientasi terhadap pasar.
Menjadi pertanyaan, apakah jika konsep market-driven sudah memasukkan filosofi orientasi terhadap pasar, maka konsep ini dapat menjelaskan bagaimana perusahaan dapat mencapai keunggulan ? Jika setiap pemain dalam pasar menjalankan strategi market-driven dan setiap perusahaan berupaya untuk mengungguli pesaingnya dengan tetap menjaga kedekatan dengan konsumennya, hal ini berarti tidak ada pemain yang mampu menyediakan nilai yang superior dalam persaingan. Dalam masalah ini perlu dikaji lebih lanjut, apakah perusahaan harus senantiasa mengikuti “suara konsumen” untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya ? Perusahaan harus memenuhi kebutuhan konsumen atau perusahaan yang harus membentuk kebutuhan konsumen ? Untuk bisa mendapatkan dan mempertahankan konsumen, perusahaan juga dituntut untuk tidak hanya mengikuti apa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi juga mengarahkan kebutuhan konsumen. Caranya, yaitu dengan secara dramatis meningkatkan dan menciptakan komponen-komponen nilai baru bagi konsumen serta mengembangkan sistem bisnisnya. Hal inilah yang mendorong digunakannya konsep baru, yaitu strategi market-driving.
Apakah konsep market-driving perlu dibedakan dengan market-driven ? Banyak terjadi perdebatan berkisar pada pertanyaan ini. Philip Kotler menekankan bahwa penting untuk memperhatikan perbedaan diantara kedua konsep tersebut. Sedangkan George Day menyebutkan menekankan bahwa konsep market-driven dan market-driving sebenarnya tidak perlu dipertentangkan. \
Untuk menjawab polemik ini, perlu disimak sekali lagi definisi market-driven oleh Jaworski, Kohli, dan Sahay yang mengatakan “ Market-driven relates to the company’s ability to learn, understand, and respond to the market “. Di sisi lain, Kumar, Scheer, dan Kotler menyatakan, “ Market-driving relates to the company’s ability to change the market “ . Perusahaan yang market-driving akan senantiasa berupaya untuk memberikan nilai yang lebih tinggi pada konsumennya daripada apa yang diberikan oleh pesaingnya. Hal ini tetap sejalan dengan filosofi orientasi pasar yang mengarah pada upaya pencapaian keunggulan bersaing dengan tetap memperhatikan pemuasan kebutuhan konsumen. Lebih lanjut, Jaworski, Kohli dan Sahay menyatakan bawah perusahaan yang market-driving akan lebih mampu untuk memperoleh keunggulan bersaing yang berkelanjutan dengan cara mengubah struktur atau komposisi pasar dan / atau mengubah perilaku para pemain di dalam pasar. Hal tersebut menunjukkan bahwa, baik market-driven maupun market-drivng , keduanya tetap konsisten dengan pemikiran mendasar dalam filosofi pemasaran karena keduanya mempunyai fokus pada kebutuhan konsumen dan upaya pencapaian keunggulan bersaing yang mengarah pada konsep keuntungan. Dengan demikian, sebenarnya, kedua konsep tersebut tidak perlu dipertentangkan. Penggunaan dua konsep tersebut bukanlah merupakan pilihan, melainkan tugas perusahaan untuk dapat menyelaraskan keduanya dengan harmonis.
Perubahan yang cepat dalam lingkungan perlu disikapi oleh perusahaan dengan cermat. Perusahaan senantiasa dituntut mempunyai kemampuan untuk menciptakan perubahan dalam pasar. Perusahaan tidak lagi harus mengarah pada keseimbangan, dimana pasokan (supply) yang diberikan haruslah disesuaikan dengan apa yang diminta oleh konsumen (demand ). Perusahaan harus mampu menciptakan permintaan. Perusahaan perlu secara aktif mempengaruhi pasar dan tidak hanya reaktif terhadap apa yang terjadi di pasar. Hal ini berlaku khususnya untuk industri dengan teknologi tinggi yang sarat dengan inovasi dan ketidakpastian serta penuh dengan intensitas persaingan yang tinggi.
Sejalan dengan terciptanya orientasi terhadap pasar, proses terciptanya perusahaan yang market-driving diawali dengan kepemimpinan yang transformasional. Kepemimpinan yang transformasional akan mampu mempengaruhi dan mengarahkan anggotanya ke arah perubahan, dengan jalan menyelaraskan niali-nilai, tujuan, dan aspirasi bawahannya dengan visi yang telah ditetapkan. Untuk itu, pemimpin yang transformarsional dituntut untuk mempunyai visi yang jelas dan terarah (visionary leadership) . Visi yang ditetapkan haruslah dapat diterjemahkan ke dalam apa yang akan diberikan kepada konsumennya, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang sudah ada, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan baru yang jsutru dimunculkan oleh perusahaan. Disinilah pentingnya untuk memperhatikan apa yang dikemukakan Kumar,Scheer, dan Kotler bahwa perusahaan senantiasa dituntut untuk mempunyai kepekaan terhadap apa yang akan terjadi di depan (forward sensing). Kepemimpinan yang transformarsional sangat bertolak belakang dengan kepemimpinan yang transaksional. Kepemimpinan yang transaksional akan lebih berorientasi pada jangka pendek, oleh karena itu hanya mengarah pada keuntungan jangka pendek serta kurang bernai mengambil risiko.
Kepemimpinan yang tranformarsional senantiasa mendorong terciptanya kreatifitas pada karyawannya. Kontribusi kreatifitas dari karyawan sangat penting artinya dalam terobosan inovasi yang dapat dilakukanoleh perusahaan. Pemimpin haruslah mampu menciptakan kondisi yang kondusif bagi dorongan untuk senantiasa mencari sesuatu yang baru, bukan hanya berorientasi pada pemecahan masalah. Pemimpin haruslah memilih dan mempertahankan karyawannya yang kreatif dan berjiwa wiraswasta serta memberikan peluang bagi mereka untuk berinovasi. Jika dipandang perlu, dapat diciptakan iklim persaingan di dalam perusahaan yang mendorong munculnya inovasi.
Kepemimpinan yang transformasional juga harus mampu menumbuhkan budaya perusahaan yang mendorong daya inovasi. Perlu ditumbuhkan, budaya perusahaan yang mempercepat kreatifitas serta memunculkan jiwa wiraswasta bagi karyawan. Budaya market-driving akan berevolusi dari penciptaan sampai dengan implementasinya melalui perubahan-perubahan organisatoris dan koordinasi diantara fungsi-fungsi dalam perusahaan. Budaya perusahaan harus mampu mengarahkan nilai-nilai dan keyakinan setiap individu, yang pada gilirannya akan tercermin dalam perilakunya, kea rah proses penciptaan dan penyampaian nilai dalam strategi market-driving.
Keberanian untuk mengambil risiko merupakan hal penting dalam strategi market-driving. Karena perusahaan dituntut untuk menyediakan produk atau jasa yang tidak untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang sudah ada, melainkan menciptakan kebutuhan baru. Tentunya risiko kegagalan lebih tinggi dibandingkan dalam situasi memenuhi kebutuhan yang sudah ada. Budaya inovasi yang mengarah pada penciptaan nilai bagi konsumen serta keunikan dalam system bisnis yang tercermin dalam penciptaan, produksi, dan peyampaian nilai.
Pengetahuan terhadap pasar merupakan faktor penting dalam terciptanya daya inovasi. Pasar akan mengarahkan kegiatan pembelajaran organisasi sesuai dengan pengetahuan pasar yang diperoleh dan sebagai dasar utama bagai pengembangan keunggulan bersaing. Dalam hal ini, perusahaan dituntut untuk mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap apa yang terjadi di pasar (market sensing). Kepekaan ini baik untuk pembelajaran yang reaktif (menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen), maupun pembelajaran yang proaktif (menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen yang telah diantisipasi sebelumnya). Seperti telah dijelaskan sebelumnya, perusahaan juga dituntut untuk meningkatkan kepekaannya terhadap apa yang akan terjadi (forward sensing). Hal ini mengarah pada upaya memahami pasar, dengan tidak hanya memberikan tanggapan terhadap apa yang sedang terjadi, tetapi juga dalam hal memodifikasi struktur dan perilaku konsumen dan pesaing-pesaingnya melalui proses pembelajaran yang interaktif.
Konsep market-driving dan market-driven yang sejalan dengan orientasi terhadap pasar akan diarahkan pada penciptaan keunggulan bersaing yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan kinerja bisnis. Keunggulan bersaing akan tercapai jika perusahaan mampu memadukan peluang-peluang yang muncul dari nilai-nilai baru yang dapat diberikan kepada konsumen dengan kapabilitasnya yang superior untuk menyampaikan nilai-nilai baru tersebut. Dalam hal ini, interaksi dengan konsumen merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Untuk itu, perusahaan perlu mengembangkan system bisnis baru untuk meningkatkan keunggulan relatifnya dalam menghadapai persaingan . Upaya memadukan kapabilitas perusahaan dan penciptaan peluang nilai baru bagi konsumen akan terkait dengan dua perspektif utama dalam konsep market-driving, yaitu :
1. fokus pada internal yang berkaitan dengan upaya untuk memperkuat kemampuan perusahaan dalam menciptakan produk yang inovatif. Dalam hal ini, perusahaan dituntut untuk mampu melakukan inovasi-inovasi yang radikal yang mengarah kepada penyampaian nilai baru bagi konsumen (seperti yang berhasil dilakukan oleh Sony dalam Walkman dan Playstation) dan sistem bisnis baru.
2. fokus pada eksternal yang berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk mengubah pasar.
Perubahan yang terjadi tidak hanya bersifat revolusioner, tetapi juga evolusioner. Konsep market-driving dan market-driven akan senantiasa terkait dengan perubahan-perubahan yang tidak dapat terelakkan. Konsep market-driving akan mengarahkan perusahaan pada upaya meningkatkan kemampuannya untuk tetap unggul dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam evolusi industri. Perusahaan juga dituntut untuk mampu melakukan revolusi dalam industri.
Kembali kepada pertanyaan apakah perlu dipertentangkan perbedaan antara market-driven dan market-driving ? Mengapa hal itu perlu dipertentangkan ? Keduanya masih tetap berada di dalam koridor orientasi terhadap pasar. Strategi market-driven didasarkan pada reaksi perusahaan terhadap perubahan-perubahan di dalam pasar yang biasanya tercermin dalam evolusi industri. Di sisi lain, market-driving menuntut adanya tindakan proaktif dari perusahaan untuk mengubah beberapa elemen dalam pasar. Hendaknya, pelaku bisnis tidak perlu mempertentangkan keduanya karena tindakan reaktif dan proaktif sangatlah penting dalam menghadapi perubahan.
DARMADI DURIANTO
Market Driven, yaitu strategi yang fokus pada pasar yang dituju. Dari pasar yang ada maka baru dirumuskan produk yang akan dibuat.
Pasar mempunyai struktur yang sangat dinamis, setiap saat berubah-ubah, dan tak terprediksi. Para pemain pun dituntut untuk cerdas dalam mengimplementasikan strateginya. Tak jarang, banyak perusahaaan yang pontang-panting menghadapi perubahan pasar. Di lain pihak ada pula perusahaan-perusahaan dengan bekal kekuatan inovasi yang kuat menghadapinya dengan mudah.
Ada dua istilah dalam orientasi pasar yang sangat akrab di dunia marketing, yaitu market-driven dan market-driving. Market-driven lebih cenderung pada orientasi bisnis yang dibentuk berdasar pada reaksi dari para pemain dalam pasar dan bertarung mengikuti kondisi pasar. Sebaliknya, market-driving lebih bersifat mempengaruhi struktur pasar dan dan menentukan arah pasar. Perusahaan yang berhasil mengimplementasikan strategi market-driving mempunyai kesempatan lebih besar untuk menjadi market leader. Perilaku pasar dapat dimodifikasi secara langsung atau tidak langsung dengan mengubah mind-set dari para perilaku pasar yang terdiri dari konsumen, kompetitor dan stakeholder.
Di Indonesia muncul beberapa pemain yang mampu menjadi market driver. Mereka berasal dari berbagai industri yang berbeda. Masing-masing dari mereka mempunyai keunggulan dalam mengimplementasikan strategi marketingnya. Para market driver ini selalu konsisten melakukan edukasi pasar, dan menjalankan inovasi produk dan value yang akan mereka tawarkan. Keunggulan inilah yang mampu membawa mereka menjadi market leader di pasar.
Di kategori perbankan BCA menjadi market driving karena kartu Flazz-nya mengedukasi pasar kartu pra bayar di Indonesia. Sebelumnya Bank Bali dan BNI telah mengeluarkan kartu pra bayar ini tapi gagal. Kini BCA berhasil mengedukasi pasar agar mempergunakan kartu pra bayar ini untuk keperluan pembayaran dalam jumlah kecil. Bahkan kartu Flazz juga mempelopori penggunaan teknologi RFID. Tak lama kemudian Bank Mandiri menjadi follower dari kartu Flazz. Sejak diluncurkan tahun lalu, jumlah penggunanya kini mencapai 1.5 juta orang (Oktober 2009) dan akhir tahun ini diperkirakan bisa mencapai 2 juta.
Tak jauh berbeda dengan BCA, di bidang asuransi ada Prudential yang menjadi market driver karena perusahaan asuransi ini sangat agresif memperkenalkan Unit link (asuransi yang digabung dengan investasi). Unit link yang dinamai Prulink ini berhasil mengedukasi pasar dengan baik dan membuat top of mind di benak konsumen apabila mereka ingat produk asuransi link. Tidak hanya itu, Prulink juga senantiasa berinovasi dengan meluncurkan prulink syariah. Bahkan asuransi syariah Prudential kini termasuk motor pertumbuhan Prudential.
Pangsa pasar Prudential untuk unit link adalah terbesar dan menguasai 33 persen pasar unit link di Indonesia, sekalipun baru menyumbang 20 persen dari total penjualan asuransi di Prudential. Pasar asuransi link sendiri memang masih tergolong tidak besar dibandingkan konvensional karena membutuhkan banyak edukasi ke pasar soal investasi. Namun Kini Prudential adalah asuransi nomor satu menurut majalah investor dalam hal kinerja. Tahun 2008 premi yang berhasil dikumpulkan 7 triliun, naik 2 triliun dari tahun sebelumnya. Sedangkan 25 persen pendapatannya berasal dari Syariah.
Sedikit terbang jauh dari kedua industri di atas, kita mengenal Lion Air sebagai sebagai salah satu maskapai yang sukses di Indonesia. Lion air menjadi market driver di penerbangan low cost di Indonesia. Revenuenya mencapai 8.1 billion dollar tahun 2008.
Menurut Rusdi Kirana, founder Lion Air, dalam berkompetisi Lion Air harus bisa one step ahead dari kompetitor. Untuk itu Ia harus tahu kekurangan dan kelebihan diri dan juga kompetitor. Sebagai contoh, ketika maskapai lain memakai Boeing 737 Seri 200 yang berkapasitas 121 penumpang. Lion Air sudah menggunakan pesawat dengan kapasitas 167 penumpang. Tak jauh beda halnya dengan penggunaan Boeing 737 900 ER oleh Lion Air ketika maskapai lain menggunakan Boeing 737 seri 800.
Salah satu keunggulan dari Lion Air adalah kejelian melihat peluang pasar. Selain memiliki frekuensi penerbangan yang banyak, Lion juga sangat cermat menemukan celah penerbangan baru, yang mungkin belum dilirik oleh para kompetitornya. Termasuk dengan dengan penerbangan ke kota perdagangan. Contohnya untuk rute Jakarta-Medan ada 12 kali penerbangan dalam sehari.
Dalam mengembangkan Lion Air, Rusdi tidak bisa berhenti pada level kenyamanan. contohnya, Lion sudah memesan pesawat 178 unit, dan tahun ini sudah ada 32 unit yang masuk. Kemudian mereka juga memesan lagi pesawat baling-baling 15 buah yang berfungsi sebagai feeder untuk pesawat jet. Ini digunakan untuk melayani rute-rute kecil. Tentu saja langkah Lion Air tidak berhenti begitu saja. Saat ini Lion juga menambah frekuensi penerbangan ke luar negeri dengan pesawat berbadan lebar. “Saya akan terbangkan ke Jepang, Taiwan, Australia, Shanghai, dan sebagainya,” Tutur Rusdi.
Dari industri penerbangan, kita menuju industri makanan dan minuman. Garudafood boleh jadi termasuk nekat untuk membuka terus pasa yang baru. Sebagai contoh, ketika banyak produsen menjual minuman pelepas dahaga, Garudafood membuat minuman penunda rasa lapar. Oky Jelly menjadi minuman dahaga sekaligus penunda lapar.
Menurut Budiman, Head of Marketing Food and Beverages Division PT. Garudafood Putra-Putri Jaya, Garudafood harus cermat dan jeli membaca arah pasar. Budiman mengatakan bahwa untuk membentuk pasar baru tidak bisa dilakukan secara instan, harus melakukan riset secara mendalam terlebih dahulu. Termasuk pada saat membentuk pasar baru, perlu ada edukasi pasar yang dilakukan secara cermat. ”Edukasi pasar dilakukan melalui iklan sampai konsumen mengerti dan aware tentang produk yang ada. Untuk itulah kita perlu modal market insight,” tutur Budiman.
Tak jauh berbeda dengan Garudafood yang menjadi market-driver di industri makanan dan minuman, Depo Bangunan menjadi market driver di industri ritel bahan bangunan. Dahulu orang membeli bahan bangunan di toko bangunan yang berdebu dan kotor. Namun di Depo Bangunan, konsumen bisa mendapatkan kenyamanan dan pelayanan yang berbeda.
Positioning Depo Bangunan adalah jaringan supermarket bahan bangunan yang menyediakan tempat yang nyaman dalam berbelanja bahan bangunan. Supermarket bangunan ini juga memberikan harga yang murah, dengan konsep menyajikan harga terendah yang ada dipasar. Sebagai market driver supermarket bahan bangunan, Depo Bangunan bekerja sama dengan produsen bahan bangunan untuk selalu melakukan edukasi pasar. Untuk itu Depo Bangunan lebih banyak melakukan aktivitas BTL.
Salah satu strategi utama yang dilakukan oleh Depo Bangunan adalah bertumpu pada pelayanan. ”Pelayanan yang maksimal” kepada konsumen yang berbelanja di Depo Bangunan menjadi tanggung jawab dari semua lini bagian, mulai dari front-liner hingga back-office. Mulai dari pelayanan di gerai hingga gudang. (Majalah MARKETING/Leonardus Meta Noven)
Situasi turbulensi (penuh dengan gejolak) yang digambarkan oleh Peter Drucker pada awal tahun 70-an semakin dirasakan dewasa ini. Perubahan dalam kehidupan manusia menjadi semakin tinggi tingkat intesitas dan percepatannya. Dalam situasi seperti ini, pasar akan terus mengalami perubahan baik dalam struktur maupun komposisinya, yang pada gilirannya akan menuntut perubahan perilaku pemain-pemain didalamnya. Perilaku konsumen menjadi semakin cepat usang dan mati. Oleh karena itu, perubahan menjadi topik inti dalam pembahasan manajerial, termasuk dalam bidang pemasaran. Philip Kotler, Dipak C. Jain, dan Suvit Maesincee , di bagian awal bukunya yang berjudul Marketing Moves , memaparkan sepuluh pergerakan yang menandai perubahan-perubahan dalam kehidupan manusia sebagai dampak dari perubahan teknologi yang terjadi.
Perubahan-perubahan yang terjadi perlu disikapi oleh perusahaan dalam rangka mencapai dan mempertahankan keunggulan bersaingnya. Dinamika yang terjadi di pasar yang berdampak pada perubahan dalam perilaku persaingan yang mengakibatkan semakin sulitnya perusahaan mendapatkan keunggulan. Setiap keunggulan yang diperoleh akan dengan mudah ditiru oleh para pesaingnya apalagi kalau berada dalam era hypercompetition seperti yang digambarkan oleh Richard D Aveni. Hal ini menyulitkan perusahaan untuk mencari celah-celah yang dapat digunakan untuk mendapatkan keunggulan. Dalam hal ini, menarik untuk memperhatikan apa yang dikatakan oleh Hamel dan Prahalad bahwa keunggulan dapat dicapai jika perusahaan mampu memanfaatkan peluang dimana pesaingnya tidak mampu melakukannya.
Konsep pemasaran yang telah dikembangkan oleh Theodore Levitt (1960) lebih dari empat decade yang lalu, menyebutkan bahwa perusahaan haruslah menjadi customer-satisfying organism yang memiliki kemampuan untuk mengerti dan memahami kebutuhan konsumen serta memadukan elemen-elemen bauran pemasarannya untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Hal inilah yang menjadi dasar dari filosofi pemasaran yang mengharuskan perusahaan berfokus pada kebutuhan dan keinginan konsumen. Perusahaan harus mampu untuk mempunyai kedekatan dengan konsumen dan mempunyai kemampuan untuk mendengar suara konsumennya. Bahkan, secara ekstern sering kali perusahaan dituntut untuk “berintim” dengan konsumennya seperti yang ditulis oleh Paul Temporal dan Martin Trott dalam bukunya “Romancing the Customer”.
Di tengah kancah persaingan, perusahaan dituntut untuk terus mendapatkan dan mempertahankan keunggulan bersaing apalagi dalam era hypercompetition dimana setiap keunggulan bersaing akan mengalami erosi. Dalam konsep pemasaran, keunggulan akan tercapai jika perusahaan mampu mengisi kesenjangan yang terdapat dalam perbedaan antara nilai yang diinginkan oleh konsumen dan nilai yang sudah diberikan oleh para pesaingnya. Nilai yang diinginkan oleh konsumen senantiasa lebih tinggi dari apa yang sudah tersedia di pasar. Kemampuan perusahaan untuk mengidentifikasi dan mengisi kesenjangan tersebut dengan produk yang tepat akan menjadi sumber keunggulan yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan. Kesenjangan nilai inilah yang oleh Hamel dan Prahalad digambarkan sebagai peluang yang harus dimanfaatkan oleh perusahaan.
Konsep market-driven dipopulerkan oleh George Day yang menyebutkan bahwa market-driven berkaitan dengan konsep kemampuan perusahaan yang superior untuk memahami, menarik, dan mempertahankan pelanggan-pelanggan yang menguntungkan. Walupun konteks superior sebenarnya sudah menunjukan pembandingan dengan pesaing, namun definisi yang dikemukakan oleh Day belum menunjukkan secara eksplisit pihak-pihak lain di dalam pasar (selain perusahaan dan konsumen), seperti pesaing, pemegang saham, karyawan perusahaan, dan penentu kebijakan. Kemudian, Jaworski, Kohli, dan Sahay berupaya memasukan komponen pemain-pemain dalam pasar dalam definisi market-driven . Mereka menyatakan bahwa market-driven berkaitan dengan upaya pembelajaran, pemahaman, dan pemberian tanggapan terhadap persepsi dan perilaku dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam struktur pasar. Definisi tersebut sebenarnya sejalan dengan tujuan utama perusahaan yang mengarah pada upaya maksimalisasi nilai perusahaan (maximizing the value of the firm), dalam konteks tetap mempertahankan pemikiran mendasar dari filosofi pemasaran yang mengarah pada orientasi terhadap pasar.
Menjadi pertanyaan, apakah jika konsep market-driven sudah memasukkan filosofi orientasi terhadap pasar, maka konsep ini dapat menjelaskan bagaimana perusahaan dapat mencapai keunggulan ? Jika setiap pemain dalam pasar menjalankan strategi market-driven dan setiap perusahaan berupaya untuk mengungguli pesaingnya dengan tetap menjaga kedekatan dengan konsumennya, hal ini berarti tidak ada pemain yang mampu menyediakan nilai yang superior dalam persaingan. Dalam masalah ini perlu dikaji lebih lanjut, apakah perusahaan harus senantiasa mengikuti “suara konsumen” untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya ? Perusahaan harus memenuhi kebutuhan konsumen atau perusahaan yang harus membentuk kebutuhan konsumen ? Untuk bisa mendapatkan dan mempertahankan konsumen, perusahaan juga dituntut untuk tidak hanya mengikuti apa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi juga mengarahkan kebutuhan konsumen. Caranya, yaitu dengan secara dramatis meningkatkan dan menciptakan komponen-komponen nilai baru bagi konsumen serta mengembangkan sistem bisnisnya. Hal inilah yang mendorong digunakannya konsep baru, yaitu strategi market-driving.
Apakah konsep market-driving perlu dibedakan dengan market-driven ? Banyak terjadi perdebatan berkisar pada pertanyaan ini. Philip Kotler menekankan bahwa penting untuk memperhatikan perbedaan diantara kedua konsep tersebut. Sedangkan George Day menyebutkan menekankan bahwa konsep market-driven dan market-driving sebenarnya tidak perlu dipertentangkan. \
Untuk menjawab polemik ini, perlu disimak sekali lagi definisi market-driven oleh Jaworski, Kohli, dan Sahay yang mengatakan “ Market-driven relates to the company’s ability to learn, understand, and respond to the market “. Di sisi lain, Kumar, Scheer, dan Kotler menyatakan, “ Market-driving relates to the company’s ability to change the market “ . Perusahaan yang market-driving akan senantiasa berupaya untuk memberikan nilai yang lebih tinggi pada konsumennya daripada apa yang diberikan oleh pesaingnya. Hal ini tetap sejalan dengan filosofi orientasi pasar yang mengarah pada upaya pencapaian keunggulan bersaing dengan tetap memperhatikan pemuasan kebutuhan konsumen. Lebih lanjut, Jaworski, Kohli dan Sahay menyatakan bawah perusahaan yang market-driving akan lebih mampu untuk memperoleh keunggulan bersaing yang berkelanjutan dengan cara mengubah struktur atau komposisi pasar dan / atau mengubah perilaku para pemain di dalam pasar. Hal tersebut menunjukkan bahwa, baik market-driven maupun market-drivng , keduanya tetap konsisten dengan pemikiran mendasar dalam filosofi pemasaran karena keduanya mempunyai fokus pada kebutuhan konsumen dan upaya pencapaian keunggulan bersaing yang mengarah pada konsep keuntungan. Dengan demikian, sebenarnya, kedua konsep tersebut tidak perlu dipertentangkan. Penggunaan dua konsep tersebut bukanlah merupakan pilihan, melainkan tugas perusahaan untuk dapat menyelaraskan keduanya dengan harmonis.
Perubahan yang cepat dalam lingkungan perlu disikapi oleh perusahaan dengan cermat. Perusahaan senantiasa dituntut mempunyai kemampuan untuk menciptakan perubahan dalam pasar. Perusahaan tidak lagi harus mengarah pada keseimbangan, dimana pasokan (supply) yang diberikan haruslah disesuaikan dengan apa yang diminta oleh konsumen (demand ). Perusahaan harus mampu menciptakan permintaan. Perusahaan perlu secara aktif mempengaruhi pasar dan tidak hanya reaktif terhadap apa yang terjadi di pasar. Hal ini berlaku khususnya untuk industri dengan teknologi tinggi yang sarat dengan inovasi dan ketidakpastian serta penuh dengan intensitas persaingan yang tinggi.
Sejalan dengan terciptanya orientasi terhadap pasar, proses terciptanya perusahaan yang market-driving diawali dengan kepemimpinan yang transformasional. Kepemimpinan yang transformasional akan mampu mempengaruhi dan mengarahkan anggotanya ke arah perubahan, dengan jalan menyelaraskan niali-nilai, tujuan, dan aspirasi bawahannya dengan visi yang telah ditetapkan. Untuk itu, pemimpin yang transformarsional dituntut untuk mempunyai visi yang jelas dan terarah (visionary leadership) . Visi yang ditetapkan haruslah dapat diterjemahkan ke dalam apa yang akan diberikan kepada konsumennya, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang sudah ada, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan baru yang jsutru dimunculkan oleh perusahaan. Disinilah pentingnya untuk memperhatikan apa yang dikemukakan Kumar,Scheer, dan Kotler bahwa perusahaan senantiasa dituntut untuk mempunyai kepekaan terhadap apa yang akan terjadi di depan (forward sensing). Kepemimpinan yang transformarsional sangat bertolak belakang dengan kepemimpinan yang transaksional. Kepemimpinan yang transaksional akan lebih berorientasi pada jangka pendek, oleh karena itu hanya mengarah pada keuntungan jangka pendek serta kurang bernai mengambil risiko.
Kepemimpinan yang tranformarsional senantiasa mendorong terciptanya kreatifitas pada karyawannya. Kontribusi kreatifitas dari karyawan sangat penting artinya dalam terobosan inovasi yang dapat dilakukanoleh perusahaan. Pemimpin haruslah mampu menciptakan kondisi yang kondusif bagi dorongan untuk senantiasa mencari sesuatu yang baru, bukan hanya berorientasi pada pemecahan masalah. Pemimpin haruslah memilih dan mempertahankan karyawannya yang kreatif dan berjiwa wiraswasta serta memberikan peluang bagi mereka untuk berinovasi. Jika dipandang perlu, dapat diciptakan iklim persaingan di dalam perusahaan yang mendorong munculnya inovasi.
Kepemimpinan yang transformasional juga harus mampu menumbuhkan budaya perusahaan yang mendorong daya inovasi. Perlu ditumbuhkan, budaya perusahaan yang mempercepat kreatifitas serta memunculkan jiwa wiraswasta bagi karyawan. Budaya market-driving akan berevolusi dari penciptaan sampai dengan implementasinya melalui perubahan-perubahan organisatoris dan koordinasi diantara fungsi-fungsi dalam perusahaan. Budaya perusahaan harus mampu mengarahkan nilai-nilai dan keyakinan setiap individu, yang pada gilirannya akan tercermin dalam perilakunya, kea rah proses penciptaan dan penyampaian nilai dalam strategi market-driving.
Keberanian untuk mengambil risiko merupakan hal penting dalam strategi market-driving. Karena perusahaan dituntut untuk menyediakan produk atau jasa yang tidak untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang sudah ada, melainkan menciptakan kebutuhan baru. Tentunya risiko kegagalan lebih tinggi dibandingkan dalam situasi memenuhi kebutuhan yang sudah ada. Budaya inovasi yang mengarah pada penciptaan nilai bagi konsumen serta keunikan dalam system bisnis yang tercermin dalam penciptaan, produksi, dan peyampaian nilai.
Pengetahuan terhadap pasar merupakan faktor penting dalam terciptanya daya inovasi. Pasar akan mengarahkan kegiatan pembelajaran organisasi sesuai dengan pengetahuan pasar yang diperoleh dan sebagai dasar utama bagai pengembangan keunggulan bersaing. Dalam hal ini, perusahaan dituntut untuk mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap apa yang terjadi di pasar (market sensing). Kepekaan ini baik untuk pembelajaran yang reaktif (menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen), maupun pembelajaran yang proaktif (menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen yang telah diantisipasi sebelumnya). Seperti telah dijelaskan sebelumnya, perusahaan juga dituntut untuk meningkatkan kepekaannya terhadap apa yang akan terjadi (forward sensing). Hal ini mengarah pada upaya memahami pasar, dengan tidak hanya memberikan tanggapan terhadap apa yang sedang terjadi, tetapi juga dalam hal memodifikasi struktur dan perilaku konsumen dan pesaing-pesaingnya melalui proses pembelajaran yang interaktif.
Konsep market-driving dan market-driven yang sejalan dengan orientasi terhadap pasar akan diarahkan pada penciptaan keunggulan bersaing yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan kinerja bisnis. Keunggulan bersaing akan tercapai jika perusahaan mampu memadukan peluang-peluang yang muncul dari nilai-nilai baru yang dapat diberikan kepada konsumen dengan kapabilitasnya yang superior untuk menyampaikan nilai-nilai baru tersebut. Dalam hal ini, interaksi dengan konsumen merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Untuk itu, perusahaan perlu mengembangkan system bisnis baru untuk meningkatkan keunggulan relatifnya dalam menghadapai persaingan . Upaya memadukan kapabilitas perusahaan dan penciptaan peluang nilai baru bagi konsumen akan terkait dengan dua perspektif utama dalam konsep market-driving, yaitu :
1. fokus pada internal yang berkaitan dengan upaya untuk memperkuat kemampuan perusahaan dalam menciptakan produk yang inovatif. Dalam hal ini, perusahaan dituntut untuk mampu melakukan inovasi-inovasi yang radikal yang mengarah kepada penyampaian nilai baru bagi konsumen (seperti yang berhasil dilakukan oleh Sony dalam Walkman dan Playstation) dan sistem bisnis baru.
2. fokus pada eksternal yang berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk mengubah pasar.
Perubahan yang terjadi tidak hanya bersifat revolusioner, tetapi juga evolusioner. Konsep market-driving dan market-driven akan senantiasa terkait dengan perubahan-perubahan yang tidak dapat terelakkan. Konsep market-driving akan mengarahkan perusahaan pada upaya meningkatkan kemampuannya untuk tetap unggul dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam evolusi industri. Perusahaan juga dituntut untuk mampu melakukan revolusi dalam industri.
Kembali kepada pertanyaan apakah perlu dipertentangkan perbedaan antara market-driven dan market-driving ? Mengapa hal itu perlu dipertentangkan ? Keduanya masih tetap berada di dalam koridor orientasi terhadap pasar. Strategi market-driven didasarkan pada reaksi perusahaan terhadap perubahan-perubahan di dalam pasar yang biasanya tercermin dalam evolusi industri. Di sisi lain, market-driving menuntut adanya tindakan proaktif dari perusahaan untuk mengubah beberapa elemen dalam pasar. Hendaknya, pelaku bisnis tidak perlu mempertentangkan keduanya karena tindakan reaktif dan proaktif sangatlah penting dalam menghadapi perubahan.
DARMADI DURIANTO
Market Driven, yaitu strategi yang fokus pada pasar yang dituju. Dari pasar yang ada maka baru dirumuskan produk yang akan dibuat.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda