Rabu, 23 Februari 2011

bab1 w

BAB I




1.1 LATAR BELAKANG

Reformasi pajak menjadi tema yang menarik saat ini maka reformasi pun terus meluas dan bekembang. Williamson (dalam mas'oed, 1994) menyatakan bahwa reformasi perpajakan meliputi perluasan basis pepajakan, perbaikan administrasi pajak, penegasan regulasi untuk mengurangi terjadinya penghindaran dan penggelapan pajak, serta mengatur pengenaan pada aset yang berada di luar negeri.
Langkah pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari sektor perpajakan dimulai dengan melakukan reformasi perpajakan secara menyeluruh pada tahun 1984, dan sejak itulah, Indonesia menganut sistem self assesment. Penerapan self assesment system (SAS) akan efektif apabila kondisi kepatuhan sukarela (voluntary compliance) pada masyarakat telah terbentuk (Darmayanti, 2004). Kenyataan yang ada di indonesia menunjukkan tingkat kepatuhan masih rendah, hal ini bisa dilihat dari belum optimalnya penerimaan pajak yang tercermin dari tax gap dan tax ratio.
Sistem self assessment system yang diterapkan di Indonesia memberikan kepercayaan penuh kepada wajip pajak untuk mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak ( KPP ) untuk mendapatkan NPWP ( nomor pokok wajib pajak), menghitung, menyetor, melaporkan sendiri kewajiban pajaknya melalui SPT yang diberikan. Penerapan system yang dimulai pada tahun 1984 ini menggantikan system official assessment.
Pajak sendiri merupakan salah satu pendapatan Negara yang dibayarkan oleh para wajib pajak yang bersifat memaksa sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan Negara tidak memberikan kontraprestasi langsung. Oleh Negara pajak digunakan untuk membiayai pelayanan public seperti jalan, jembatan dan fasillitas umum lainnya . Undang-undang perpajakan Indonesia sejak tahun 1984 menganut system assessment yang memberi “kepercayaan penuh” kepada wajib pajak (WP) untuk melaksanakan hak dan kewajibannya,mulai dari menghitung, memungut, memotong, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajaknya. Dengan diterapkannya system ini diharapkan kepatuhan wajib pajak dapat meningkat.sehingga pendapatan pajak ngara dapat meningkat juga. Oleh karena itu agar pendapatan pajak meningkat wajib pajak harus patuh akan kewajibannya.Pengukuran kepatuhan wajib pajak dapat di lihat dari kepatuhan :

• Wajib pajak dalam mendaftarkan diri,
• Kepatuhan wajib pajak untuk menyetorkan kembali SPT,
• Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan
• Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.pada hakekatnya kepatuhan wajib pajak akan di pengaruhi oleh kondisi sitem administrasi perpajakan.
Isu kepatuhan menjadi penting karena ketidak patuhan secara bersamaan akan menimbulkan upaya menghindarkan pajak, seperti tax evasion dan tax aviofance, yang mengakibatkan berkurangnya dana pajak ke kas negara. Pada hakekatnya kepatuhan wajib pajak akan dipengaruhi oleh kondisi sistem administrasi perpajakan yang meliputi tax service dan tax enforcement. Perbaikan administrasi perpajakan melalui reformasi perpajakan diharapkan dapat mendorong kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan urian di atas, maka dapat dikatakan bahwa kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh sistem dan administrasi perpajakan.

Kewajiban wajib pajak di atur dalam undang-undang no 6 tahun 1983 yang disempurnakan dengan undang-undang no 11 tahun 1994. Jika wajib pajak terlambat dalm penyampaian ataupun pelaporan SPTnya maka wajib pajak akan di kenakan sanksi yang telah ditetapkan.

Penelitian mengenai kepatuhan pajak sudah beberapa kali dilakukan dan saat ini sudah mulai berkembang, Berbagai penelitian tersebut telah menunjukkan bahwa wajib pajak sangat penting dalam mendukung program pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajaknya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak tersebut sangat beragam. Secara empiris, faktor tersebut dapat di bedakan menjadi 3, yaitu faktor tax payer, tax envoironment, dan tax law.( pembayar pajak, lingkungan pajak dan hukum pajak)


Pajak merupakan materi yang menarik untuk di teliti, karena peraturan pajak berubah-ubah seiring dengan kondisi negara.perlu sekiranya kita untuk mengtahui perubahan apa yang sedang terjadi agar kita dapat mematuhi peraturan tersebut. Objek dari penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi yang berada di KPP Depok ,sedangkan subjek pajak nya adalah tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi.



1.2 RUMUSAN MASALAH
Seberapa besar tingkat kepatuhan pajak yang di pengaruhi oleh Faktor tax player, tax environment, dan tax law ( pembayar pajak, lingkungan pajak dan hukum pajak) ?


1.3 BATASAN MASALAH
Penelitian ini hanya membahas tentang Tingkat kepatuhan wajib pajak yang berada di KPP Cibinong yang di pengaruhi oleh Faktor tax payer, tax environment, dan tax law( pembayar pajak, lingkungan pajak dan hukum pajak)


1.4 TUJUAN PENELITIAN
Mengukur tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribasi di KPP Cibinong










1.5 MANFAAT PENELITIAN
Bagi penulis : Penulis dapat mengetahui teknik penulisan secara sistematik yang harus menggunakan metode-metode penelitian.

Bagi pembaca : pembaca dapat menngunakan penelitian ini sebagai referensi jika ingin mengambil judul yang sama.

Bagi KPP : KPP dapat mengetahui tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi


1.6 METODE PENELITIAN
Data primernya adalah penulis datang ke KPP Cibinong dengan membagikan kuisioner kepada wajib pajak orang pribadi yang saat itu berda di KPP .Data sekundernya adalah jumlah wajib pajak orang pribadi di KPP cibinong
























BAB II




2.1 LANDASAN TEORI

Sesuai dengan Undang-undang nomor 6 tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah menjadi dengan undang-undang nomor 16 tahun 2000 tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan ( undang-undang KUP ) pasal 1 ayat (1) pengertian wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukankewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotongan pajak tertentu dengan demikian wajib pajak dibedakan menjadi dua, yaitu : Wjib pajak pribadi atau wajib pajak badan.
Wajib pajak pribadi adalah orang pribadi yang bertempat tinggal/berada di indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan melakukan kegiatan usahaatau pekerjaan bebas si Indonesia.

2.1.1 Jenis penghasilan yang diterima wajib pajak Pribadi
Penghasilan yang diterimaoleh wajib pajak orang pribadi bias dibedakan yaitu : 1) penghasilan dari menjalankan usaha perhitungan PPh nya boleh memilih menggunakan norma atau pembukuan, 2) penghasilan dari pekerjaan (sebagai karyawan), 3) penghasilan dari pekerjaan bebas ( dokter, notaries, pengacara ), 4) penghasilan dari modal yang berupa bunga, deviden, sewa dan royalty, 5) penghasilan lain-lain ( hadiah, keuntungan karena pembebasan utang.







2.1.2 Hak-Hak Wajib pajak
Hak-hak wajib pajak dalam UU nomor 16 tahun 2000 adalah sebagai berikut
1. Menerima tanda bukti penerimaan SPT tahunan dan mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT tahunan
2. Membetulkan sendiri SPT
3. Mengajukan permohonan penundaan, pengangsuran pembayaran pajak dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak serta memperoleh imbalan bunga apabila pengembalian lewat waktu dan memperoleh Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
4. Mengajukan permohonan pembetulan kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak.
5. Mengajukan gugatan atas penagihan, keputusan pembetujlan dan peninjauan kembali
6. Meminta keterangan tertulis dari Dirjen pajak tentang dasar pengenaan pemungutan/ pepotongan pajak
7. Mengajukan permohonan keberatan, kepastian terbitnya surat keputusan keberatan, memperoleh tanda penerimaan surat keberatan, menyampaikan alas an keberatan tambahan/ penjelasan tertulis
8. Mengajukan permohonan banding atas surat keputusan keberatan dan memperoleh imbalan bunga dari putusan dan banding yang menyebabkan lebih bayar









2.1.3 Kewajiban-kewajiban wajib pajak
Kewajiban dan kepatuhan wajib pajak mengacu pada Undang-undang no. 6 tahun 1983 yang disempurnakan dengan Undang-undang no. 11 tahun 1994 tentang ketentuan Umum perpajakan disebutkan bahwa setiap wajib pajak mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban merupakan salah stu jaminan hukum bahwa setiap wajib pajak akan mendapatkan hak-hak tertentu apabila mereka melakukan kewajiban tertentu.hal ini bukan berarti bahwa yang bukan wajib pajak terbebas dari pajak dan sanksi, tetapi setiap orang tang sudah wajib membayar pajak tetapi tidak mendaftarkan diri dan membayar pajak, maka pemerintah dapat meminta dengan paksa bahkan dapat mengancam dengan hukum pidana. Kewajiban wajib pajak antara lain menurut undang-undang 11 tahun 1994 (Mardiasmo,2000) antara lain
1. Mendaftarkan diri untuk NPWPD bagi yang sudah wajib membayar pajak. Dengan memperoleh nomor pokok, maka seorang wajib pajak akan mendapat pelayanan-pelayanan tertentu misalnya berhak untuk memungut pajak dari pihak pemberi kerja. Untuk wajib pajak daerah dapat mengikuti tender yang diadakan oleh pemerintah daerah.
2. Wajib mengambil surat pemberitahuan pajak daerah (SPTD). Surat ini digunakan oleh wajib pajak daerah untuk membayar pajak daerah terutangnya, sehingga wajib pajak dapat terbebas dari sanksi baik administrasi maupun sanksi pidana.
3. Wajib membayar pajak terutang. Masa pajak daerah umumnya adalah 1 bulan, sehingga setiap bulan wajib pajak harus melunasi pajak terutangnya setiap bulan agar tidak terkena denda.
4. Wajib pajak memberikan keterangan yang berbungan dengan proses pemeriksaan pada wajib pajak dan penyelidikan oleh fiskus apabila wajib pajak diindifikasikan melakukan penggelapan pajak.
Apabila wajib pajak memenuhi semua kewajibannya, maka pihak fiskus akan memberikan fasilitas-fasilitas kemudahan baik dalam pelayanan administrasi dalam pengurusan surat-surat maupun fasilitas untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan yang diadakan oleh pemerintah daerah. Dengan demikian ketetapan dan ketertiban dalam melunasi kewajiban pajak merupakan indikator adanya kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiaban. Ketetapan ini menyangkut ketetapan dalam melaporkan dan membayar tepat waktu, sedangkan ketertiban menyangkut tertib dalam pengisian informasi maupun tertib dalam melakukan pembayaran pajak daerah.
Menurut kamus umum Bahasa Indonesia "Kepatuahan" berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturann (Badudu & Zain,1995). Jadi dalam hubungannya dengan wajib pajak yang patuh, maka pengertian kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan untuk melakukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan.
Wajib pajak adalah orang yang secara hukum sudah mempunyai kewajiban membayar pajak. Wajib pajak dalam pajak pusat dibedakan menjadi 2 yaitu wajib pajak badan dan perorangan. Bukti seorang wajib pajak biasanya diberikan tanda pengenal yang namanya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sedangkan untuk wajib pajak daerah namanya Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD). Nomor tersebut berguna ketika wajib pajak akan melaporkan dan membayar kewajiban pajak. Selain itu fungsi NPWP sebagai tanda pengenal / identitas Wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. NPWP terdiri dari 15 digit 9 angka pertama adalah Kode wajib pajak 3 angka berikutnya adalah Kode KPP dan 3 angka terakhir adalah Kode Cabang. Penghapusn NPWP dilakukan jika :
1. Wajib pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan.
2. Wanita Kawin tidak dengan perjajian pemisahan harta dan penghasilan.
3. Wajib pajak orang pribadi yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib pajak.
4. Wajib pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Bentuk usaha tetap yang karena sesuatu hal kehilangan stasusnya sebagai bentuk usaha tetap.





2.1.4 Kepatuhan wajib pajak
Definisi kepatuhan wajib pajak yang lengkap dikatakan oleh E.Elliyani (1989:29) bahwa kepatuhan pajak adalah "Kepatuhan wajib pajak didefinisikan sebagai memaskkan dan melaporkan pada waktunya informasi yang diperlukan, mengisi secara benar jumlah pajak yang terutang dan membayar pajak tepat pada waktunya tanpa ada tindakan pemaksaan dari pihak fiskus. Kebalikan dari kepatuhan E.Elliyani mmmengatakan bahwa ketidakpatuhan yaitu suatu tindakan yang terjadi jika salah syarat kepatuhan tersebut tidak dipenuhi.
Penelitian Suprapti (1999) tentang "tingkat kepatuhan wajib pajak pasca Reformasi II", mengemukakan bahwa adanya tax refron II telah mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan sebagian besar wajib pajak yang terlambat menyetor dan melapor adalah wajib pajak yang baru dan belum memahami Undang-undang perpajakan yang baru. Amachi (1992) yang meneliti tentang"Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan perpajakan " karena adanya tax law,tax environment,tax policy and tax administration. Armachi (1992) menjelaskan bahwa tax law adalah kepatuhan wajib pajak karena kuatnya Undang-undang dalam memberi sanksi terhadap setiap pelanggaran (penggelapan pajak), sedangkan tax player adalah kondisi dari wajib pajak yang secara sadar bertanggung jawab dalam membayar pajak dan tax Administration and tax policy berhubungan dengan kebijakan fiscus untuk memberi penghargaan pada masyarakat yang patuh membayar pajak.

Blanthorne 2000;Bobek 2003 dengan Theory of Planned Behavior untuk menjelaskan perilaku kepatuhan wajib pajak wajib pajak orang pribadi. Metode TPB yang di gunakan dalam penelitian memberikan penjelasan yang signifikan, bahwa perilaku tidak patuh wajib pajak sangat di pengaruhi oleh variabel sikap, norma subyektif, dan kontrol keperilakuan yang di persepsikan. Roades (1979) berhasil menemukan betapa pentingnya kesadaran dan kepertahun wajib pajak dalam melaporkan pendapatan bersihnya, karena dari hasil penelitiannya disimpulkan bahwa wajib pajak sering kali tidak memberikan pelaporan mengenai pendapatan bersihnya. Terhadap adanya wajib pajak yang tidak melaporkan denagn benar, Karantha (2000) menemukan bahwa intensitas pemeriksaan oleh aparat pajak berhubungan secara signifikan positif dengan adanya potensi kesalahan dan ketidakpatuhan wajib pajak dalam menghitung, membayar, dan melaporkan kewajiban pajaknya. Maka, perilaku wajib pajak yang berpotensi pada penggelapan pajak akan mendorong intensitas kebijakan pemeriksaan oleh aparat pajak, yang akhirnya akan mendorong munculnya kepatuhan wajib pajak. Sengupta (1998) memberikan landasan dan keyakinan melalui temuannya terhadap hubungan antara audit perpajakan dan temuan kesalahan dalm penghitungan dan pelaporan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak.

Tentang faktor-faktor yang memotivasi wajib pajak membayar kewajiban pajaknya,berbagai penelitian baik di dalam maupun di luar negeri pernah di lakukan. Dari berbagai penelitian sebelumnya tersebut nempak, bahwa faktor-faktor yang menjadi pendorong kepatuhan wajib pajak dalam melunasi kewajiban pajaknya yaitu pengetahuan perpajakan yang dimiliki wajib pajak
• (tax payer) Fallan (1999) menyatakan bahwa betapa pentingnya pengetahuan perpajakan untuk dapat mempengaruhi sikap wajib pajak, budaya membayar pajak dan interaksi non formall dan formal antara pihak wajib pajak dan fiskus dalam membentuk kontrol sosial masyarakat terhadap arti pentingnya pajak

• (tax environment) kotter dan Heskett (1997) menyatakan bahwa budaya tanggung jawab dalam membayar pajak dan kontrol sosial dari masyarakat terhadap tanggung jawab perpajakan merupakan variabel determinan terhadap kepatuhan wajib pajak untuk membayar kewajiban perpajakannya. Nerre (2001) nerre juga meneliti tentang pengaruh budaya terhadap kepatuhan wajib pajak. Budaya yang di maksud oleh nerre lebih pada budaya untuk membayar pajak yang tercipta dari interaksi baik formal maupun non formal antara fiskus dan wajib pajak. Jaminan kepastian hukum dan kemudahan sistem dan prosedur administrasi perpajakan
• (tax law). Karanta et al.(2002) ia sangat yakin terhadap pengaruh kepastian hukum dan kemudahan sistem dan proseduar administrasi pepajakan terhadap kepatuhan pajak. Forest dan sheffin (2002) yang meneliti tentang sistem dan prosedur administrasi perpajakan yang sederhana.

Menurut Rochmat Soemitro (dalam munawir, 1992) pajak ialah iuran pajak kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor pemerintah) berdasrkan undang-undang (dapat dipaksaan) dengan tidak mendapat imbalan jasa timbal balik (kontra prestasi) secara langsung dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa membayar pajak merupakan kewajiban setiap warga negara yang mampu dan apabila menolak maka dapat diancam. Walaupun mereka membayar pajak, namun mereka tidak akan memperoleh imbalan jasa secara langsung, tetapi hasil pajak tersebut akan dipergunakan untuk pembangunan bagi peningkatan kesejahteraan warga negara.

Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak adalah :
1. Pungutan oleh pemerintah
2. Berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan
3. Pemerintah tidak secara langsung memberikan balas jasa kepada pribadi pembayar pajak
4. Pelaksaannya bila perlu dapat dipaksaan.
Dalam hal tertentu, pajak berbeda dengan pungutan-pungutan lain, seperti retribusi misalnya bahwa pembayar retribusi akan mendapatkan imbalan secara langsung sesuai dengan dasar pembayarannya.

Pajak dalam suatu negara berperan ganda yaitu sebagai (1) alat pemerataan pendapatan(fungsi regulator) sehingga dapat mengurangi kesenjangan pendapatan yang berarti akan stabilitas sosial. (2) merupakan fungsi budgeter yaitu sebagai sarana untuk memperoleh pendapatan dalam rangka pembiayaan pemerintah dalam suatu negara (mardiasmo,2000). Dengan demikian pajak mempunyai peranan yang sangat strategis baik dibidang sosial politik maupun ekonomi


Pendapat lain tentang kepatuhan wajib pajak juga dikemukakan oleh Norman D.Novak (1989:15) sebagai ".....suatu iklim kepatuhhan pajak adalah (1) wajib pajak paham dan berusaha memahami UU perpajakan yang berlaku dan menjadi dasar pengenaan kewajiban pajaknya, (2) mengisi formulir pajak dengan benar dan tepat, (3) menghitung pajak terutangnya dengan jumlah yang benar dan membayar pajak terutang tersebut tepat pada waktunya.
Berdasarkan definisi diatas tersebut diatas, dalam penelitian ini mengacu pada apa yang dikatakan oleh Elliyani dan Novak bahwa indikator kepatuhan pajak adalah melaporkan pajak terutang tapat pada waktunya, membayar pajak terutang tepat pada waktunya dan melaporkan pajak terutang dengan benar. Oleh karena dalam pajak daerah tidak dibedakan waktu lapor dengan membayar, maka indikator kepatuhan wajib pajak adalah ketetapan dan kebenaran perhitungan, ketetapan dam membayar pajak dan ketetapan dalam melaporkan pajak. Ketidakterpanuhan atas salah satu dari berbagai kewajiban tersebut, maka seorang wajib pajak sudah dikatakan tidak memiliki kepatuhan dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya
berdasarkan landasan teori diatas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan perpajakan, maka penelitian ini mengidentifikasi beberapa veriabel sebagai berikut.
1. Tingkat kepatuhan, kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan perpajakan. Untuk wajib pajak daerah ini indikatornya adalah ketertiban dan ketetapan dalam menghitung, membayar, melaporkan kewajiban pajak yang dilakukan oleh wajib pajak.
2. Faktor tax law, adalah faktor tentang jaminan kepastian hukum yang ada dalam peraturan perpajakan dan bagaimana perpepsi kemudahan administasi sistem dan prosedur perpajakannya. Instrumen ini dikembangkan dari karanta et al. (2002) dan Forest dan sheffrin (2002)
3. Faktor tax payer, adalah faktor pengetahuan dan kesadaran wajib pajak terhadap kewajiban perpajakannya. Jadi tax payer ini lebih merupakan faktor sejauh mana wajib pajak mempunyai pemehaman pengetahuan dan tingkat kesadaran unutk menghitung, membayar dan melaporkan kewajiban perpajakannya. Instrumen ini dikembangkan dari fallan (1999)
4. Faktor tax environment, adalah suatu kondisi baik sosial maupun budaya yang terbentuk interaksi formal dan non formal antara pihak wajib pajak dan fiskus untuk membentuk kontrol sosial dan kesadaran akan pentingnya membyar pajak bagi pembangunan. Instrumen ini dikembangkan dari [kotter dan Heskett (1997) dan Nerre (2001)]

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda